Ahmad Bustomi: Andrea Pirlo Indonesia






Ahmad Bustomi di AFF Cup
Perannya di Timnas Indonesia sangat vital. Meski demikian, jenderal lapangan tengah ini masih kurang terkenal dibanding sejumlah pemain Timnas lainnya.



Di Stadion Kaharudin Nasution, Pekanbaru, Riau, Rabu (24/05/2010), saya terkesima. Sore itu aku terkagum-kagum menyaksikan cara bermain Ahmad Bustomi, gelandang Arema, saat klub asal Malang itu melakoni pertandingan melawan PSPS di ajang Liga Super Indonesia.

Pertandingan itu berakhir seri. Arema, yang bercokol di puncak klasemen, akhirnya menjadi juara Liga Super Indonesia di musim itu. Cimot—sapaan Ahmad Bustomi—gagal membawa klubnya meraih kemenangan. Namun itu tak mengurangi kekagumanku padanya. Terhitung mulai tanggal itu aku menjadi penggemar dia dan terbesit rasa menyesal ketika meet 'n greet saya tidak berfoto dengannya. Padahal dia sudah ada di depan mata saya dan tengah bercerita bersama kami, aremania pekanbaru.




Sepanjang pertandingan, Ahmad Bustomi menjadi jenderal lapangan tengah Arema. Dia membagi bola, mengontrol permainan, juga mengatur ritme: kapan harus bermain dengan tempo cepat dan kapan harus lambat. Tak hanya memanjakan para penyerang dengan umpan-umpang matang, sering pula Ahmad Bustomi berjibaku membantu para bek menghalau serangan lawan.

Di lini tengah Arema, ia bekerja sama dengan baik bersama M. Ridhuan dan Esteban. Yap, semenjak Esteban masuk, lini tengah Arema makin perkasa. Sebelumnya Cimot berpasangan dengan Juan Revi (pemain yang serba bisa, dan saya akui saya lebih ngefans dengan pria satu ini terlebih dahulu).


Sore itu awalnya aku hanya ingin memperhatikan empat bintang Arema: Noh Alam Shah (striker), M Ridhuan (pemain sayap), Roman Chmelo (gelandang serang) dan Pierre Njanka (bek tengah).

Begitu melihat teknik tinggi yang diperagakan Ahmad Bustomi, perhatianku serta merta beralih. Terang saja aku gembira ada pemain lokal seperti Tomi yang mampu mengalihkan perhatianku—mungkin juga perhatian para penonton lainnya—dari pemain-pemain asing yang bergaji menjulang itu.

Itulah kali pertama aku melihat Ahmad Bustomi di lapangan hijau. Sejak itu, aku selalu memperhatikan cara dia bermain, baik saat membela Arema maupun ketika menjadi punggawa Timnas.


"YANG NGEFANS AKU IKI SALAH SEMUA. ORANG-ORANG INI GAK NGERTI KALAU SAYA IKI AREK KAMPUNG, WONG NDESO. TAPI YANG JELAS, SELAGI AKU BISA MELAYANI UNTUK MENYENANGKAN MEREKA, INI ADALAH PAHALA" AB19


Muda berprestasi
Ahmad Bustomi lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 13 Juni 1985. Sejak musim kompetisi 2008-2009, Tomi, panggilan lain Bustomi, membela Arema. Sebelum itu, pemain berpostur 167 cm ini bermain untuk Persikoba Batu (2004) dan Persema Malang (2005-2008).

Di level yunior, Tomi memulai kiprahnya di Sekolah Sepak Bola Unibraw. Setelah itu dia bergabung dengan Persema U-18
.
Timnas tidak asing lagi buat Tomi. Pada musim 2006-2007, dia membawa panji-panji Timnas U-23. Saat itu dia menjadi anggota skuad Sea Games 2007 yang dilatih Ivan Kolev.

Musim kompetisi 2009/2010 lalu menjadi masa keemasan Ahmad Bustomi. Dia berhasil mengantarkan Arema menjadi Juara Liga Super Indonesia dan runner up Piala Indonesia. Dia juga pernah menjadi kapten tim saat pertandingan charity match di Malang dan Surabaya. Yang mana di pertandingan itu ada Kim Jeffrey dan Irfan Bachdim.

Good boy
Di luar lapangan hijau, Ahmad Bustomi adalah sosok yang sangat perhatian kepada keluarga, baik istri maupun orang tuanya. Aku masih ingat betul bagaimana Tomi dengan mata berkaca-kaca membeberkan masa kecilnya, saat diwawancara reporter ANTV beberapa bulan lalu.

Tomi berkisah, keinginannya untuk menjadi pemain sepak bola professional sudah tumbuh sejak kecil. Namun sayang, kondisi finansial keluarganya sangat pas-pasan. “Untuk membelikan sepatu saya, orang tua harus sampai menjual perhiasan milik mereka satu-satunya,” tutur Tomi. Sepatu itu kemudian dipakainya terus-menerus hingga sobek dan jebol.

Tomi mengatakan, sepatu itu menjadi saksi jerih-payahnya menekuni sepak bola. Karena itu dia menyimpannya baik-baik. Bagi Tomi, sepatu itu adalah pengingat diri agar tidak lupa kepada orang tua yang sangat menyokong keinginannya menjadi pemain sepak bola professional.

Tentang pemain idolanya, Tomi menyebut satu nama: Bima Sakti. Kita tahu, Bima Sakti pernah jadi gelandang Timnas pada era Kurniawan Yulianto dkk. Dia terkenal memiliki tendangan kencang dan akurat. Tomi bersahabat dengan Bima kala keduanya bermain di Persema.
“Dia bukan hanya panutan di dalam lapangan, tapi juga di luar lapangan,” kata Tomi, mengenai Bima Sakti.

Kurang terkenal
Pada perhelatan AFF Suzuki Cup 2010, Tomi bertandem dengan Firman Utina di lini tengah. Posisi Tomi sedikit di belakang Firman, tetapi keduanya juga kerap bertukar posisi.


Dari empat pertandingan yang dilakoni Timnas di turnamen ini, Tomi selalu diturunkan penuh waktu, kecuali saat Timnas Indonesia berhadapan dengan Thailand. Pada pertandingan yang dimenangi Indonesia dengan skor 2-1 itu, Tomi diturunkan pada menit-menit akhir. 


Jika kita perhatikan dengan seksama, sejatinya kontribusi Ahmad Bustomi di Timnas tak kalah besar dibanding pemain-pemain lainnya. Dia memang belum mencetak gol, namun perannya dalam membagi bola dan mengatur ritme permainan tak bisa dipandang sebelah mata.


Pada pertandingan melawan Filipina, terlihat betul bagaimana kinerja dan kontribusi Tomi. Berkat pemain berposisi jangkar ini, aliran bola dari lini belakang ke lini depan dapat berlangsung dengan cukup baik. Umpan-umpan diagonal yang dia lepaskan ke arah pemain sayap juga cukup bagus, walau beberapa kali disia-siakan oleh Arif Suyono.

Hingga kini, harus diakui, Ahmad Bustomi masih kalah tenar dibanding Firman Utina, Bambang Pamungkas, Christian Gonzales, Markus Horison, atau the new rising star Irfan Bachdim. Namun bukan tidak mungkin, kelak Ahmad Bustomi bakal setenar mereka, jadi rebutan klub-klub elit dan berpenghasilan menjulang.
aku punya keyakinan begitu. Bagaimana dengan Anda?

VIDEO AHMAD BUSTOMI DI NIKE BE THE NEXT

Read this | Baca yang ini



Widget by [ Tips Blogger ]

2 comments:

Post a Comment

 
hostgator coupon