Salah seorang teman pernah bertanya pada saya, siapa wanita yang paling saya kagumi, tanpa ragu saya menjawab ibu saya. Lalu dia melanjutkan lagi, selain ibumu? Jean D’Arc dan Aung Sang Suu Kyi. Ya, saya memang, secara misterius, tertarik dengan cerita-cerita perjuangan. Tapi pilihan untuk memilih lagi mana yang lebih saya sukai antara kedua wanita mengagumkan itu, pilihan saya jatuh pada Aung Sang Suu Kyi. Selain fakta dia adalah wanita asia (tentunya saya tidak rasis dalam memilih) yang tekadnya nyaris sekuat gelar Margaret Tatcher, dia adalah pahlawan demokrasi.
Wanita kelahiran 19 Juni 1945 ini telah menjadi simbol perjuangan demokrasi di Burma. Menurut saya, setiap wanita mandiri harus memiliki karakternya yang pantang menyerah.
Banyak yang bertanya, siapa itu Aung Sang Suu Kyi? Bagi saya, dia adalah wanita yang menjadi role model dalam gaya berpikir saya (dengan sedikit sinisme dan idealisme Goenawan Mohamad). Suu Kyi sendiri adalah anak seorang pahlawan kemerdekaan Myanmar, dimana ayahnya mati ditembak saingannya saat Suu Kyi berumur dua tahun.
Aung Sang Suu Kyi begerak di bidang politik setelah menyaksikan Gerakan Perlawanan 888 di Burma, dimana masyarakat meminta pemerintah yang demokratis setelah berpuluh tahun ada di bawah kungkungan Partai Sosialis dan Militer Junta.
Menyadari dia tidak bisa berdiam diri, dia kemudian menjadi penggerak setengah juta massa untuk meminta pemerintahan yang berazaskan demokrasi. Dimulai dari hal ini, kemudian masyarakat membentuk partai Demokrasi Burma dan Suu Kyi ditunjuk menjadi Sekretaris Jenderal.
Dimulai dari posisinya inilah hidupnya mulai mendapat tekanan, percobaan pembunuhan dan hukuman tahanan rumah sudah biasa baginya. Total detensinya dalam bentuk tahanan rumah berjumlah lima belas tahun.
Melihat kehidupannya, kita bisa menkonklusikan betapa menariknya latar belakang wanita ini. Dia bisa memilih diam dan tetap tinggal di India (dia kembali dari India ke Burma saat peristiwa 888 pecah untuk merawat ibunya yang sedang sakit). Tapi alih-alih kembali ke kehidupannya yang nyaman, dia malah menjadi orator yang bisa menggerakkan lima ratus ribu orang yang menuntut Militer Junta. Tidak semua wanita rela begitu, itu adalah alasan terbesar kenapa saya mengagumi wanita ini.
Bagi saya, tidak ada yang lebih menarik daripada wanita yang berani membuang tahtanya demi sebuah kebebasan berpendapat bagi orang banyak.
Tapi bagi saya ini bentuk kesadaran, bukan hanya sekedar kesadaran heroik, tapi juga merupakan kesadaran yang universal, Aung Sang Suu Kyi adalah seorang humanis! Dia menyadari bahwa demokrasi mutlak merupakan hak tiap individu manusia. Juga, dia melihat bahwa sosialisme hanya membuat Myanmar tak lebih dari sebuah negara miskin. Dia tidak melihat demokrasi itu sebagai hal yang bisa membuat ribuan manusia tewas, karena itu adalah hak.
Belum lagi, fakta bahwa dia adalah pahlawan bagi nyaris seluruh Burma, harusnya dia pantas berbangga hati. Namun dalam wawancaranya dengan Tempo, dia dengan rendah hati menambahkan, “Saya rasa bebasnya saya dari tahanan rumah ini (Suu Kyi bebas dari tahanan rumahnya yang terakhir pada tanggal 23 November 2010 lalu) tidak berpengaruh apapun pada demokrasi Burma, masih banyak tahanan politik yang lain yang harus segera dibebaskan.”
Jika anda melihat rupanya, anda tidak akan menyangka wanita dengan bunga di rambutnya itu pernah melalui perjuangan tinggal di sebuah rumah tanpa listrik dan atap saat melakukan tahanan rumah, serta kata-kata jitu seperti yang di atas, memenangkan Nobel Perdamaian tahun 1991, dan menjadi penggerak setengah juta masyarakat yang telah lama dibungkam sebuah rezim.
Dan dia seorang Aung Sang Suu Kyi. Seorang role model bagi saya.
Tulisan kiriman dari @TheExodust - Dia Bukan Bisma. Penulis adalah siswa SMAN 8 Pekanbaru yang telah memasuki jenjang pendidikan terakhir. dan Insya allah akan melanjutkan ke Universitas Indonesia. Amin.
Widget by [ Tips Blogger ]
0 comments:
Post a Comment