Siapa bilang timnas tidak pernah menjadi juara dalam sebuah turnamen. Sebenarnya Indonesia pernah menjadi Juara Piala Kemerdekaan pada tahun 2008. Piala Kemerdekaan yang bertajuk Pertamina Independence Cup 2008 menghadirkan tim yang rata-rata semenjana, antara lain Myanmar, Brunei, Kamboja, Libya, dan timnas Indonesia mengirimkan 2 tim, Senior dan U-21.
Mengacu pada kekuatan tim, Brunei yang menggantikan Maladewa yang batal ikut, jelas hanya anak bawang di Asia Tenggara. Kamboja pun tak jauh berbeda. Hanya Myanmar yang kelasnya relatif sama dengan Indonesia.
Bagaimana dengan Libya? Dalam daftar peringkat FIFA bulan ini negara di Afrika utara itu berada di urutan 87. Prestasi terbaik mereka adalah runner up Piala Afrika 1982, itupun saat menjadi tuan rumah. Bahkan dalam sejarah gelaran Piala Afrika mereka lebih sering tidak lolos kualifikasi, termasuk di edisi tahun 2008. Libya pun tak pernah lolos ke putaran final Piala Dunia.
Hasil pertandingan final Piala Kemerdekaan 2008 menyatakan Indonesia A sebagai Juara Piala Kemerdekaan. Hal ini terjadi dikarenakan Libya melakukan Walk Out (WO) setelah pelatih Libya pelatih Gamal Adeen M Abu Nowara dipukul oleh salah satu official timnas Indonesia. Libya dinyatakan kalah 0-3 dikarenakan aksi WO ini. Menurut pelatih Libya, keputusan WO ini diambil oleh LFF, Federasi Sepak Bola Libya sebagai reaksi pemukulan terhadap dirinya. Ia menegaskan ini bukan keputusannya.
Para pemain dan official timnas senior Indonesia bersuka cita atas gelar yang tidak membanggakan ini. Seakan pertandingan berjalan secara normal dan mereka meraih kemenangan secara normal pula. Padahal sebelum aksi WO ini Indonesia sedang tertinggal 0-1 akibat gol oleh Abdalla Mohamed di menit 14, memaksimalkan kesalahan kiper Markus Horison yang gagal mengamankan bola crossing yang lewat di depan gawangnya.
Ada banyak keputusan wasit Shahabuddin Moh Hamiddin dari Brunei Darussalam yang terlalu memihak tuan rumah. Seperti ketika Budi Sudarsono tertangkap basah kamera menyikut Abdalla di kotak terlarang, atau Isnan Ali yang melanggar keras bek Libya hingga terkapar, wasit tidak memberikan hadiah penalti atau kartu kepada pemain Indonesia.
Saat itu kayaknya kekerasan masih belum bisa dipisahkan dari dunia sepak bola Indonesia. Entahlah kalau sekarang,hhe.. Sebuah semangat '45 yang salah tempat. Sampai sekarang aku masih bingung, apakah harus mengucapkan selamat atau malah prihatin, bagaimana dengan kamu?
Congratulation Garuda |
Widget by [ Tips Blogger ]
0 comments:
Post a Comment