“Saya biasa disebut Yuli Sumpil untuk memudahkan dalam mengenal saya,” tegasnya Yuli kepada Media Indonesia di rumahnya, Selasa (1/2).
Yuli mengawali kiprah sebagai Aremania sudah cukup lama, sejak kelas 5 SD. Ia selalu hadir di lapangan untuk mendukung klub kesayangannya waktu masih berkiprah
di Galatama. Yuli pun mengenang. Kendati tidak memiliki uang untuk membeli tiket, ia tetap berusaha menonton pertandingan secara langsung di Stadion Gajayana Kota Malang. Caranya, dengan ikut penonton dewasa yang bertiket agar bisa masuk di stadion. Menonton pertandingan sepak bola seperti itu dilakoninya hingga SMP.
Rubrik Sosok - Media Indonesia
Ketika usianya beranjak remaja, Yuli semakin berani dan bersemangat. Ia sering nekat meloncat truk agar sampai di kota tujuan tempat Arema berlaga. Dari sinilah, bersama kawan-kawannya yang nekat, kemudian muncul istilah bondo nekat (bonek). Sebab untuk bisa melihat pertandingan, segala cara dilakukan. Kadang menyerobot
masuk, menjebol pintu, dan memanjat tembok. “Saya sudah pernah menjadi suporter pemanjat tebing. Sebab untuk melihat pertandingan harus memanjat tembok atau memanjat pohon dari luar stadion,” katanya.
Seiring perjalanan waktu, Yuli dan rekan-rekannya ingin mengubah pemikiran bahwa sebagai suporter hendaknya tidak menjadi momok bagi warga Malang sendiri. Tujuan utama menjadi suporter adalah memberikan dukungan moral setiap pertandingan Arema melalui kebersamaan, kekompakan, sekaligus menjaga keamanan dan ketertiban. Yuli menjadi bagian dari Aremania yang berkomitmen agar tidak terjadi kerusuhan di setiap pertandingan. Memberikan dukungan secara tertib dan cantik di stadion terus dilakukannya. Bahkan ketika Arema kalah menjamu tim tamu, Aremania tidak lantas membuat onar. Sebab mereka berpikir kalah dalam pertandingan itu sudah biasa. “Tapi jangan sekali-kali mengganggu Aremania.”
Bisa mendampingi Arema di setiap pertandingan dimaknai sebagai kebanggaan. Berkat perannya yang bisa mengoordinasi Aremania, sejak 1998 hingga sekarang Yuli dipercaya menjadi dirigen. Tugasnya jelas menyemangati pemain Arema dengan teriakan dan lagu heroik versi Aremania. Peran Yuli dalam menyatukan ribuan Aremania memang sangat vital. Sebaliknya, Aremania sudah terlanjur cocok dengan gaya dia yang mampu memadukan lagu dan gerakan dalam menyemangati pemain Arema. Rasanya tidak lengkap bila pertandingan Arema tanpa kehadiran Yuli di stadion.
Gerakan sosial
Suatu ketika manajemen Arema kesulitan dana. Yuli bersama kawan-kawan Aremania lainnya membantu sekuat tenaga untuk menggalang dana. Ia rela ngamen dan menggelar diskusi. “Menjadi suporter tidak hanya bicara, tapi juga turut berbuat dalam membantu setidaknya meringankan beban manajemen klub,” katanya. Tidak itu saja, berkat peran Yuli ketika bencana alam Gunung Merapi meletus, Aremania turut peduli dengan menyumbang sejumlah dana. Di mata Yuli, sudah tidak zamannya lagi suporter itu hanya
hura-hura. (M-1)
Jual Cincin Tunangan
Popularitas Yuli menjadi dirigen tidak selancar dalam kehidupan pribadinya. Bayangkan, ia pacaran sebanyak 78 kali, dan seluruhnya putus alias gagal. Baginya, mungkin pacaran nomor dua. Yuli mengaku semua jiwa raganya lebih untuk mengabdi kepada Arema. Harapannya hanya satu, agar klub kesayangannya itu tetap eksis, dan bisa menjadi kebanggaan Aremania. Mampu membuktikan diri berkiprah di internasional sekaligus mengharumkan masyarakat Malang dan Indonesia. Itu sebabnya Aremania dijuluki ‘Tidak kemana-mana, tapi ada di manamana’. Bagi Yuli semboyan semua untuk satu, satu untuk semua, selalu dipegang teguh. Salam satu jiwa memiliki makna sangat dalam untuk menyatukan Aremania yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air.
Sebagai bentuk loyalitas tanpa batas terhadap Arema, Yuli Sumpil pernah hadir di Pekanbaru untuk memberikan dukungan sekaligus mengikuti detik-detik Arema Indonesia sukses menjadi juara Djarum Indonesia Super League (ISL) 2009/2010. Anak asuh Robert Alberts mengunci gelar pada pertandingan ke-33 setelah menahan imbang tuan rumah PSPS Pekanbaru. Yuli sengaja membulatkan tekat berangkat ke Pekanbaru meski bermodal uang dari menjual cincin tunangan seharga Rp800 ribu. Ditambah uang tabungan sehingga terkumpul Rp1.200.000. “Saya puas meski menjual cincin tunangan untuk menyaksikan detik-detik Arema juara,” katanya.
Tentu saja, pengorbanan itu ditebus dengan gagalnya pertunangan dengan gadis yang akan dipersuntingnya tersebut. Namun hal itu tidak menjadi beban frustrasi bagi Yuli Sumpil. Sebab kecintaan terhadap Arema melebihi segalanya. Semangat Yul, sukses selalu.
Baca juga: Yuli Sumpil, The Conductor
Widget by [ Tips Blogger ]
0 comments:
Post a Comment